A. Nasionalisme
Makna
nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang
mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut
kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk
membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Kita
sebagai warga negara Indonesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai bangsa
dan negara Indonesia. Kebanggaan dan kecintaan kita terhadap bangsa dan negara
tidak berarti kita merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan
negara lain. Kita tidak boleh memiliki semangat nasionalisme yang berlebihan
(chauvinisme) tetapi kita harus mengembangkan sikap saling menghormati,
menghargai dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
Secara etomologis, nasionalisme berasal
dari kata: ―natie‖
yang berarti
dilahirkan/keturunan, nasional yang
berarti bangsa, national‖ yang
berarti ciri khas yangmembedakan
dengan bangsa lain, dan nasionalitas yang berarti rasa kebangsaan, atau
nationalist yang berarti
orang yang cinta
persatuan/bangsa. Dengan demikian, nasionalisme bisa didefinisikan
menjadi dua pengertian.
Pertama, nasionalisme (lama)
adalah paham kebangsaan yang berdasarkan kepada kejaayan masa lampau,
nasionalisme (modern) adalah paham kebangsaan yang menolak penjajahan untuk
membantu Negara yang bersatu, berdaulat, dan demokrasi. Pengertian pertama berlaku
bagi negara-negara Eropa dan negara-negara merdeka. Mereka merasa sebagai
bangsa yang superior yang
melahirkan kesombongan pada gilirannya menimbulkan imperialism atau
penjajahan. Sedangkan pengertian kedua berlaku bagi negara-negara yang pernah
mengalami masa penjajahan. Dengan perkataan lain bahwa nasionalisme yang kedua
ini lahir atau merupakan reaksi terhadap imperialism. Pengertian nasionalisme
yang kedua ini merupakan paham modern hasil revolusi Perancis.
Nasionalisme
dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri,
sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini
jelas mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan
seperti ini sering disebut chauvinisme. Sedang dalam arti luas, nasionalisme
merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara,
dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Nasionalisme
Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap
bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip
nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilainilai Pancasila yang diarahkan
agar bangsa Indonesia senantiasa: menempatkan persatuan–kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan
golongan;menunjukkan sikap rela berkorban
demi kepentingan bangsa
dan negara;bangga sebagai
bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah
diri;mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama
manusia dan sesama bangsa; menumbuhkan sikap saling mencintai sesama
manusia;mengembangkan sikap tenggang rasa.
Menurut H. Hadi,
setiap orang tentu
memiliki rasa kebangsaan
dan memiliki wawasan kebangsaan
dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam
realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit
dipahami. Namun ada
getaran atau resonansi
dan pikiran ketika
rasa kebangsaan tersentuh. Rasa
kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan
naluri kejuangannya masing-masing, tetapi
bisa juga timbul
dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya. Rasa
kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah
karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan
aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan
sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam
mencapai cita-cita bangsa berkembang
menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional
dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang
jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan
atau semangat patriotisme. Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu
bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa
yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan
kepribadiannya.
Rasa
kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang
mempersatukan dan memberi dasar
keberadaan (raison d‘entre) bangsa-
bangsa di dunia. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik
yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami
bangsabangsa lain. Wawasan kebangsaan ialah cara pandang bangsa Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang
diri dan lingkungannya
dalam mengekspresikan diri
sebagai bangsa Indonesia di
tengah-tengah lingkungan nusantara itu. Unsur-unsur dasar wawasan kebangsaan
itu ialah: wadah (organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wawasan itu,
tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam
bidang-bidang: Satu kesatuan bangsa, satu kesatuan budaya, satu kesatuan
wilayah, satu kesatuan ekonomi, dan Satu kesatuan hankam.
Wawasan
nusantara sebagai geopolitik Indonesia. Nusantara (archipelagic) dipahami
sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia
terdiri dari pulau-pulau yang dihubungkan oleh laut. Laut yang menghubungkan
dan mempersatukan pulau-pulau yang tersebar di seantero khatulistiwa. Sedangkan
Wawasan Nusantara adalah konsep politik bangsa Indonesia yang memandang
Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut)
termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak
terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup
segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial
budaya, dan hankam.
Wawasan
Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara
di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan
Pertahanan Keamanan. Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu
bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan
sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk
mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya.
Sedangkan
arti dari wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri
dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan
geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan
atau cita–cita nasionalnya. Dengan demikian wawasan nusantara berperan untuk
membimbing bangsa Indonesia dalam penyelengaraan kehidupannya serta sebagai
rambu–rambu dalam perjuangan mengisi kemerdekaan. Wawasan nusantara sebagai
cara pandang juga mengajarkan
bagaimana pentingnya membina
persatuan dan kesatuan
dalam segenap aspek kehidupan
bangsa dan negara dalam mencapai tujuan dan cita – citanya.
Nasionalisme Indonesia mengandung beberapa aspek, yaitu :
1. Aspek ekonomi
Sebagaimana diketahui, bahwa nasionalisme itu
adalah reaksi dari kolonialisme, karena adanya eksploitasi yang menimbuilkan
pertentangan kepentingan secara terus menerus. Penjajah melakukan tindakan
eksploitasi ekonomi untuk melindungi kepentingan ekonominya.
Kepentingan kaum kapitalis (penjajah) lebih mendapat prioritas dari pada kepentingan rakyat jajahan. Akibatnya kondisi hidup rakyat terbelakang (melarat, bodoh, menjadi penduduk nomor dua)
Kondisi sosial ekonomi rakyat jajahan tersebut, menjadi daya dorong timbulnya solidaritas, yang kemudian diwujudkan dengan bentuk reaksi yang diucapkan dan agitasi (hasutan) terhadap orang asing.
2. Aspek sosial (munculnya kekuatan sosial)
Solidaritas yang dibangun oleh rakyat jajahan, membawa terbentukya oraganisasi- organisasi dengan sifat dan struktur fungsional tersendiri yang kemudian berkembang menjadi wahana pergerakan nasional. Dalam perkembangannya, organisasi-organisasi tersebut menjadi jalan untuk membangun suatu kekuatan sosial.
3. Aspek kebudayaan
Nasionalisme Indonesia pada tingkat awal juga
dikenal sebagai kedaerahan, kesukuan, seperti : Jong Java, Jong Sumatra, Jong
Ambon, rukun Minahasa, Pasundan.
Budi Utomo sebagai organisasi induk pergerakan nasional, semula juga bersifat kedaerahan, hanya untuk orang Jawa. Maka organisasi ini membatasi kegiatannya dan tidak ingin mencampuri golongan lain. Namun dalam kenyataannya, Budi Utomo juga membuka kerjasama dengan golongan bangsa Indonesia lainnya, tujuannya adalah membentuk persatuan untuk melawan penjajah. Kesadaran inilah yang kemudian dipandang sebagai bibit nasionalisme.
4. Aspek politik
Sudah
bisa diduga, bahwa
sistem kolonial itu
berlawanan dengan unsur demokrasi, dan pemerintahan kolonial
lebih memberi prioritas pada kepentingan modal kolonial dari pada kepentingan
rakyat jajahan.
Pergerakan sosial dianggap sebagai tindak
kejahatan dan membahayakan ketertiban sosial dalam lingkungan kehidupan kolonial.Di tanah jajahan,
dominasi politik kolonial akan melindungi monopoli ekonomi kilonial. Penjajah
menggunakan pemerintahan kolonial sebagai alat kekuasaan, setiap aspirasi
nasional (rakyat jaajahan) selalu dicegah.
Nasionalisme
Indonesia mestinya harus
dipahami sebagai hak
bangsa Indonesia untuk menentukan
nasibnya sendiri, dan
karena itu anti
imperialisme, jadi konsisten dengan prinsip demokrasi.
Nasionalisme akan berfungsi sebagai kekuatan yang menyatukan suku-suku,
kelompok-kelompok etnis yang terpisah yang mendiami wilayah Nusantara.
B. Integritas
Menurut KBBI, integritas/in-teg-ri-tas/ mutu,
sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran; nasional wujud
keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara.
Integritas
adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dan keyakinan. Definisi lain dari integritas adalah suatu
konsep yang menunjuk konsistensi
antara tindakan dengan
nilai dan prinsip.
Dalam etika, integritas diartkan
sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Lebih lanjut PBB
mendefinisikan integritas sebagai sikap jujur, adil, tidak memihak (dalam
urusan publik, pemerintahan, dan birokrasi). Integritas mengacu kepada kejujuran,
kebenaran, dan keadilan. Dalam konteks pemerintahan dan birokrasi Integritas
dimaksudkan sebagai penggunaan kekuasaan
resmi, otoritas dan
wewenang oleh para
pejabat publik untuk tujuan-tujuan yang syah (justified)
menurut hukum.
Lawan dari
integritas adalah hipokrit.
Seseorang dikatakan memiliki
integritas apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan dan
prinsip yang dipegangnya. Mudahnya, ciri seseorang yang berintegritas ditandai
oleh satunya kata dan perbuatan bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat
dipegang. Seorang yang mempunyai integritas bukan tipe manusia dengan banyak
wajah dan penampilan yang disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya.
Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang pemimpin. Seorang
pemimpin yang mempunyai
integritas akan mendapatkan kepercayaan (trust) dari
pegawainya. Pimpinan yang berintegritas dipercaya karena apa yang menjadi
ucapannya juga menjadi tindakannya. Salah satu bentuk integrasi adalah
asosiasi. Asosiasi atau
perkumpulan adalah suatu
kehidupan bersama antar
individu dalam suatu ikatan.
Kumpulan orang atau
sekelompok individu dapat
dikatakan kelompok sosial apabila
memenuhi faktor-faktor sebagai
berikut:
(1) kesadaran
akan kondisi yang sama,
(2)
adanya relasi sosial,
(3) orientasi pada tujuan yang telah ditentukan.
Apabila kelompok sosual dianggap sebagai sebuah kenyataan di masyarakat, maka individu merupakan kenyataaan yang memiliki sikap terhadap kelompok tersebut sebagai suatu kenyataan subjektif. Di dalam masyarakat yang sudah komplek, biasanya individu menjadi kelompok sosial tertentu yang secara otomatis pula menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus, misal atas dasra keturunan, jenis kelamin atau kekerabatan tertentu. Keanggotaan mereka dalam kelompok dilakukan secara individual dengan persyaratan keanggotaannya secara sukarela. Asosiasi dapat dikatakan juga sebagai perkumpulan.
Pemimpin
yang beretika dan
berintegritas tentu saja
harus dapat
mentransformasikan nilai-nilai agama,
mengimplementasikan
nilainilai luhur Pancasila dan budaya bangsa dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam kaitannya dengan kehidupan peribadi, berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengingat orientasi masyarakat dan
budaya bangsa kita masih bersifat paternalistik, maka yang penting adalah
faktor keteladanan para pemimpin dalam menjunjung tinggi etika dan integritas.
Dewasa
ini, kata integritas menjadi sesuatu yang sering sekali digunakan terutama di
lingkungan kerja instansi pemerintah yang sedang gencar-gencarnya menggapai
predikat Zona Integritas untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah
Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya
dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Integritas menjadi cenderung abstrak untuk diuraikan sebagai sebuah definisi
yang sempurna juga terkait dengan terlalu banyaknya sesuatu sifat atau sikap
yang dapat dilabeli sebagai sebuah perwujudan integritas. Integritas dikaitkan
dengan karakteristik tertentu yang dimiliki sesuatu apa saja, seperti misalnya
integritas jembatan, integritas
database, integritas jaringan
listrik, integritas tubuh, integritas
orang, integritas kesenian,
integritas perusahaan, integritas pasar, integritas
pemerintahan, integrits negara,
dan bahkan integritas
ekosistem. Meskipun ada nuansa
karakteristik ―kompak‖ atau ―utuh‖
pada setiap sesuatu yang
berintegritas, namun petunjuk tentang apa persisnya dan bagaimana mewujudkan
kekompakan atau keutuhan itu belum jelas.
Seseorang dianggap berintegritas ketika ia memiliki kepribadian dan karakter berikut:
Jujur dan dapat dipercaya
Memiliki komitmen
Bertanggung jawab
Menepati ucapannya
Setia
Menghargai waktu
Memiliki prinsip dan nilai-nilai hidup
Beberapa sikap yang dapat kita wujudkan dalam perilaku kehidupan kita sehari-hari antara lain:
1. Ketaatan kepada Tuhan YME
Tidak ada satupun agama yang mengajarkan keburukan dan membawa manusia kepada kehinaan. Keyakinan yang kuat atas ajaran yang telah ditentukan oleh Tuhan akan membawa manusia kepada kemuliaan akan senantiasa menggiring seseorang untuk bertindak sesuai dengan tuntunan Tuhan. Batasan mengenai baik dan buruk diuraikan dengan lebih konkret dalam ajaran agama. Ajaran mengenai berbuat baik dengan ganjaran pahala dan kebaikan, di samping itu berbuat keburukan dengan ganjaran dosa dan hukuman sebagai pembalasan bagi pelaku dosa jika ia tidak bertaubat atau memohon ampunan kepada Tuhannya. Inilah alasan penting mengapa ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi salah satu bentuk langkah nyata untuk melahirkan integritas di dalam diri kita. Senantiasa belajar untuk meningkatkan pengetahuan agama dan bergaul dengan lingkungan orang-orang yang taat dengan ajaran agama menjadi salah satu langkah awal untuk membangun keaatan diri kepada ajaran agama yang kita anut.
2. Kejujuran
Kejujuran
mungkin menjadi hal yang hampir terlihat mustahil untuk ada pada diri setiap
orang belakangan ini. Pandangan ini juga tidak terlepas dari fenomena
ketidakjujuran tokoh-tokoh yang cukup terpandang di sekitar kita yang kerap
mempertontonkan perilaku curang, keji, dan berbohong secara terbuka di hadapan
kita semua. Ini semua setidaknya meruntuhkan pandangan kita mengenai urgensi
kejujuran dalam menjalani kehidupan ataupun profesi. Bahkan lebih parahnya
lagi, kita seolah menafikan
kejujuran oleh siapapun
dengan cenderung berburuk
sangka dengan kebaikan atau
kejujuran yang dilakukan oleh orang lain. Jujur berarti lurus hati, tidak
bohong, tidak curang, dan mengikuti aturan yang berlaku. Kejujuran juga menjadi
hal pokok dalam kehidupan seorang individu sebagai makhluk sosial. Kejujuran
dapat diukur ketika seorang
individu berinteraksi dengan
individu lain, karena
kejujuran yang paling sederhana terwujud ketika seseorang memilih untuk
bersikap lurus, tidak membohongi orang lain, atau mencurangi orang lain yang
berinteraksi dengannya. Di balik itu semua, kejujuran yang paling utama ialah
kejujuran pada diri sendiri. Pada dasarnya setiap kali seseorang ingin
melakukan perbuatan buruk, maka ia akan menghadapi penolakan pada hati nuraninya. Keadaan ini
kadang diabaikan hingga mengubah
cara pandangnya dalam memandang sesuatu yang pada awalnya buruk, menjadi hal
yang wajar untuk dilakukan. Inilah bentuk kejujuran terhadap diri sendiri yang
jauh lebih fundamental untuk dilatih secara terus menerus yang akan
membersihkan pandagan hati nurani, yang akan menjadikan kita sebagai individu
yang jujur sebagai wujud integritas diri
3. Disiplin
Kata
disiplin mengarahkan fikiran kita mengenai pola hidup yang teratur, tertib,
taat pada aturan. Disiplin menjadi cerminan utama jati diri yang berintegritas.
Displin juga dapat disebut sebagai wujud konkret dan hasil dari sebuah ketaatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran, dan tanggung jawab seseorang terhadap
aturan yang ada dalam kehidupannya. Sebagai sebuah contoh sederhana, seorang
yang beragama terikat pada waktu-waktu tertentu baik dalam hal ibadah maupun
mengenai tata cara kehidupan. Seorang muslim diperintahkan untuk melaksanakan
ibadah shalat 5 (lima) kali dalam sehari yang waktunya telah ditetapkan.
Indikator ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada seseorang dalam hal ini
dapat dilihat pada bagaimana seseorang mampu disiplin melaksanakan ibadahnya
sesuai waktu dan tata cara yang telah ditetapkan tersebut. Begitupun disiplin
hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya kejujuran dan tanggung jawab dalam
diri seseorang. Para pembohong bermula dengan pilihan seseorang yang
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Untuk
memperoleh keinginannya tersebut ia akan cenderung berbuat curang dan melanggar
aturan/ketentuan yang berlaku. Perbuatan yang seperti ini juga dilakukan karena
seorang pembohong siap atau bermaksud untuk menghindari tanggung jawab atas apa
yang seharusnya ia lakukan, sehingga ia memilih jalan curang untuk meraih
keinginannya dan merugikan kepentingan orang lain. Keadaan ini tentu sangat
bertentangan dengan nilai disiplin itu sendiri. Disiplin adalah cerminan nyata
atas adanya nilai-nilai kebaikan dalam diri seseorang. Inilah alasan mengapa
displin menjadi salah satu poin penting perwujudan nilai integritas
4. Tanggung Jawab
Inilah
sebuah sikap yang dalam pergaulan sehari-hari juga dikenal sebagai sikap yang
gentle. Tanggung jawab diartikan juga sebagai keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan,
dan sebagainya, atau fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak
sendiri atau pihak lain. Sikap ini menjadi penting sebagai sebuah wujud
inegritas, karena adanya sikap tanggung jawab pada diri seseorang akan
menuntunnya untuk senantiasa menghindari perbuatan buruk atau tercela yang akan
menimbulkan dampak buruk bagi dirinya.
Hilangnya rasa tanggung
jawab pada diri
seseorang akan menjadikannya berani untuk berbuat sesukanya
untuk kepentingan-kepentingan pribadinya tanpa menghiraukan dampak
yang akan terjadi.
Atas dampak perbuatannya
tersebut,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar